Prasangka
Prasangka sosial adalah penilaian
terhadap kelompok atau seorang individuyang terutama didasarkan pada
keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangkasosial ditujukan pada orang
atau kelompok orang yang berbeda dengannya ataukelompoknya. Prasangka sosial memiliki
kualitas suka dan tidak suka pada obyek yang diprasangkainya, dan kondisi ini
akan mempengaruhi tindakan atau perilakuseseorang yang berprasangka
tersebut.Ciri-ciri prasangka sosial menurut Brigham (1991) dapat dilihat
darikecenderungan individu untuk membuat kategori sosial ( social
categorization ).
Kategori sosial adalah kecenderungan
untuk membagi dunia sosial menjadi duakelompok, yaitu “kelompok kita” ( in
group ) dan “kelompok mereka” ( out group ). In group adalah kelompok sosial
dimana individu merasa dirinya dimiliki ataumemiliki (“kelompok kami”).
Sedangkan out group adalah grup di luar grupsendiri (“kelompok mereka”).Sumber
penyebab prasangka secara umum dapat dilihat berdasarkan tigapandangan,
yaitu :
1.Prasangka Sosial
2.Prasangka Emosional
3.Prasangka Kognitif
Proses pembentukan prasangka sosial
menurut Mar’at (1981) dipengaruhi olehbeberapa faktor yaitu;
1. Pengaruh Kepribadian
2. Pendidikan dan Status
3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh
Orangtua
4. Pengaruh Kelompok
5. Pengaruh Politik dan Ekonomi
6. Pengaruh Komunikasi
7. Pengaruh Hubungan Sosial
Prasangka
merupakan hasil dari interaksi sosial, maka prasangka sebagianbesar disebabkan
oleh faktor sosial. Berikut terdapat beberapa teori psikologi yangdapat
menjelaskan bagaimana faktor sosial yang telah dijelaskan diatas
dapatmenyebabkan munculnya prasangka dan mengapa prasangka muncul
dalaminteraksi sosial, yaitu : teori konflik realistik, teori belajar
sosial, teori kognitif,teori psikodinamika, teori kategorisasi sosial, teori
perbandingan sosial, teoribiologi dan devrisasi relatif.Dengan adanya prasangka
sosial akan mempengaruhi sikap dan tingkah lakuseseorang dalam berbagai
situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorangatau kelompok tertentu
tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi
tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggukerjasama yang baik sehingga
upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapatterealisir dengan bai
Diskriminasi
Diskriminasi merujuk
kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana
layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu
tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai
dalam masyarakat manusia,
Ini
disebabkan karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan yang
lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena
karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama
dan kepercayaan, aliranpolitik, kondisi fisik atau karateristik lain yang
diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.
Diskriminasi
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Diskriminasi
langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas
menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan
sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
2. Diskriminasi
tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi
diskriminatif saat diterapkan di lapangan
Perbedaan Prasangka dengan Diskriminasi
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan
diskriminasi pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan
untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau
situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah
laku.
Sikap negatif disebut juga prasangka, walaupun sikap
prasangka juga bisa bersifat positif dalam kondisi tertentu. Dalam pengertian
ini, sikap prasangka lebih cendrung ke arah negatif karena pengaruh dari faktor
lingkungan, sikap dan ego yang tinggi, serta mudah terprovokasi dengan orang
lain tanpa ada bukti yang jelas, dan hanya bisa berprasangka dengan orang lain.
Seseorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya
bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya, akan tetapi seseorang
bertindak diskriminatif tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka. Sikap
berprasangka jelas tidak adil, karena sikap yang diambil hanya
berdasarkan pada pengalaman atau apa yang didengar. Apabila muncul
sikap berprasangka dan diskriminatif terhadap kelompok sosial lain, maka
akan terjaadi pertenangan sosial yang lebih luas yang akan berdampak buruk bagi
lingkungan sekitar dan kerugian yang cukup besar dalam berbagai aspek.
Perbedaan Kepentingan
Perbedaan
kepentingan antara individu atau kelompok. Manusia memiliki perasaan,
pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu,
dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang
sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
Perbedaan
kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya akan mendatangkan
konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat
pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Begitu
pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu,
misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena
perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang
memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati
sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
Konflik
Konflik
merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu
yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik
dapat terjadi paa lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada
lingkungan yang luas yaitu masyarakat.
Dasar
konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan cirri-ciri dari
situasi konflik yaitu :
1. Terdapatnya
dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat di dalam konflik
2. Unti-unit
tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan,
tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun
gagasan-gagasan
3. Terdapatnya
interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Adapun
cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
1. elimination;
yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yang
diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami
membentuk kelompok kami sendiri
2. Subjugation
atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar
dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya
3. Mjority
Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan
keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority
Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas
tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakan untuk melakukan
kegiatan bersama
5. Compromise;
artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha
mencari dan mendapatkan jalan tengah
6. Integration;
artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan
ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi
semua pihak
Sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
a) Latar belakang sejarah
Orang kulit putih di Amerika Serikat berprasangka
negatif terhadap orang negro. Orang kulit putih beranggapan bahwa orang
negro adalah budak dan orang berkulit putih adalah Tuan rajanya.
b) Perkembangan sosio,
kultural, dan situasional
Sifat prasangka akan muncul dan berkembang apabila
terjadi kesenjangan sosial kepada masyarakt sekitar.
c) Bersumber dari
faktor kepribadian
Keadaan frustasi dari orang ataupun kelompok sosial
tertentu dapat menimbulkan tingkah laku yang cukup agresif. Tipe prasangka
lebih dominan disebabkan karena sikap orang itu tersendiri
d) Perbedaan keyakinan,
kepercayaan dan agama
Prasangka diatas dapat dikatakan sebagai suatu prasangka
yang bersifat universal.
Cara Untuk Mengurangi/Menghilangkan Prasangka dan
Diskriminasi
a. Perbaikan kondisi
sosial ekonomi
Pemerataan pembangunan dan membuka lapangan pekerjaan
merupakan cara cukup baik mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan sosial
antara masyarakat menengah kebawah dengan menengah keatas
b. Perluasan kesempatan
belajar
Usaha pemerintah untuk melakukan pemerataan kesejahteraan
dalam bidang pendidikan sudah dilakukan, misalnya saja dana APBN yang sudah
mencapai 20% untuk dunia pendidikan, Wajib Belajar (WAJAR) selama 9 tahu, dll.
Etnosentrisme
Menurut Matsumoto (1996)
etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut
pandang budaya sendiri. Berdasarkan definisi ini etnosentrisme tidak selalu
negatif sebagimana umumnya dipahami. Etnosentrisme dalam hal tertentu juga
merupakan sesuatu yang positif. Tidak seperti anggapan umum yang mengatakan
bahwa etnosentrisme merupakan sesuatu yang semata-mata buruk, etnosentrisme
juga merupakan sesuatu yang fungsional karena mendorong kelompok dalam
perjuangan mencari kekuasaan dan kekayaan. Pada saat konflik, etnosentrisme
benar-benar bermanfaat. Dengan adanya etnosentrisme, kelompok yang terlibat
konflik dengan kelompok lain akan saling dukung satu sama lain. Salah satu
contoh dari fenomena ini adalah ketika terjadi pengusiran terhadap etnis Madura
di Kalimantan, banyak etnis Madura di lain tempat mengecam pengusiran itu
danmembantuparapengungsi.
Etnosentrisme memiliki dua tipe
yang satu sama lain saling berlawanan. Tipe pertama adalah etnosentrisme
fleksibel. Seseorang yang memiliki etnosentrisme ini dapat belajar cara-cara
meletakkan etnosentrisme dan persepsi mereka secara tepat dan bereaksi terhadap
suatu realitas didasarkan pada cara pandang budaya mereka serta menafsirkan
perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Tipe kedua adalah
etnosentrisme infleksibel. Etnosentrisme ini dicirikan dengan ketidakmampuan
untuk keluar dari perspektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu
berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang
lain berdasarkan latar belakangbudayanya.
Indikator terbaik menentukan
tipe etnosentrisme seseorang dapat ditemukan pada respon orang tersebut dalam
menginterpretasi perilaku orang lain. Misalnya Pita, seorang etnis Minang makan
sambil jalan di gang rumah kita di Jogja, jika kita semata-mata memandang dari
perspektif sendiri dan mengatakan “dia memang buruk”, “dia tidak sopan”, atau
“itulah mengapa dia tidak disukai” berarti kita memiliki etnosentrisme yang
kaku. Tapi jika mengatakan “itulah cara yang dia pelajari untuk
melakukannya,”berartimungkinkitamemilikietnosentrismeyangfleksibel.
Lawan dari etnosentrisme adalah
etnorelativisme, yaitu kepercayaan bahwa semua kelompok, semua budaya dan
subkultur pada hakekatnya sama (Daft, 1999). Dalam etnorelativisme setiap etnik
dinilai memiliki kedudukan yang sama penting dan sama berharganya. Dalam bahasa
filsafat, orang yang mampu mencapai pengertian demikian adalah orang yang telah
mencapai tahapan sebagai manusia sejatimanusiahumanis.
Sikap etnosentrik dipengaruhi
oleh banyak hal, diantaranya tipe kepribadian, derajat identifikasi etnik, dan
ketergantungan. Semakin tinggi derajat identifikasi etnik umumnya semakin
tinggi pula derajat etnosentrisme yang dimiliki, meski tidak selalu demikian.
Helmi (1991) misalnya menemukan bahwa generasi muda etnik Cina memiliki sikap
etnosentrik lebih rendah daripada yang tua. Temuan ini membuktikan bahwa
semakin terikat seseorang terhadap etniknya maka semakin tinggi pula
etnosentrisme yang dimiliki, sebab generasi tua etnik Cina umumnya memang masih
cukup kuat terikat dengan negeri leluhurnya dibandingkan generasi mudanya yang
telah melebur dengan masyarakat mayoritaslainnya.
Ketergantungan merupakan faktor
penting yang menentukan etnosentrisme. Wanita yang notabene lebih tergantung
terhadap keluarga dan kelompok memiliki sikap etnosentrik yang lebih tinggi.
Sebuah penelitian mengenai etnosentrisme pada etnis Cina membuktikan bahwa
wanita etnis Cina memiliki sikap etnosentrik lebih tinggi daripada laki-laki
etnis Cina (Helmi, 1991). Hal ini nampaknya juga berlaku untuk etnik-etnik
lainnya, karena praktis saat ini wanita masih lebih tergantung daripada
laki-laki. Meskipun tentu saja sejalan dengan berkembangnya kesadaran gender
dimana saat ini wanita menjadi semakin tidak tergantung lagi pada laki-laki dan
kelompok, wanita akan menjadi tidak lebih etnosentrikdaripadalaki-laki.
Mungkin kita menduga bahwa
keterikatan yang kuat dengan budaya etniknya akan menyebabkan rendahnya rasa
kebangsaan. Sebuah penelitian yang dilakukan Panggabean (1996) membantah hal tersebut.
Ia menemukan bahwa meningkatnya keterikatan seseorang dengan nilai budayanya
akan diikuti dengan sikap kebangsaan yang positif. Sebaliknya, menurunnya
keterikatan seseorang dengan nilai budayanya akan diikuti dengan sikap
kebangsaan yang negatif. Jadi tidak berarti seseorang yang sangat terikat
dengan budaya etniknya lantas melunturkan keindonesiaannya. Seseorang yang
sangat etnosentrik belum tentu kurang Indonesianis ketimbang mereka yang kurang
etnosentrik.
Etnosentrisme jelas bukan
sesuatu yang harus dihilangkan sama sekali. Ia patut dipelihara karena
etnosentrisme memang fungsional. Dalam hal ini etnosentrisme fleksibellah yang
harus dikembangkan. Dengan etnosentrisme fleksibel, kehidupan multikultur yang
damai bisa berlangsung sementaramasing-masingkulturtidakkehilanganidentitasnya.
Mengingat pentingnya memiliki
etnosentrisme yang fleksibel dalam masyarakat multikultur seperti Indonesia
maka diperlukan upaya-upaya untuk memperkuatnya. Tiga cara yang bisa kita
lakukan untuk memperkuat etnosentrisme fleksibel menurut Matsumoto (1996),
adalah:
Mengetahui bagaimana cara kita
memahami realitas sebagaimana yang biasa kita lakukan dalam cara tertentu.
Misalnya saja kita mengerti bagaimana kita melakukan penilaian tentang
ketidaksopanan. Sebab apa yang sopan menurut budaya kita mungkin saja bukan
merupakan kesopanan dalam budaya yanglain.
Mengakui dan menghargai
kenyataan bahwa orang-orang yang berasal dari latar belakang budaya yang
berbeda memiliki perbedaan cara dalam memahami realitas, dan bahwa versi mereka
tentang sebuah realitas adalah sah dan benar bagi mereka sebagaimana versi kita
sah dan benar untuk kita. Sebuah joke yang cukup populer untuk menggambarkan
adanya perbedaan cara pandang terhadap realitas adalah joke tentang seorang etnis
Minang, etnis Madura, dan etnis Jawa. Ketiga orang berbeda etnis itu mengikuti
lomba lari maraton. Tebak siapa pemenangnya? Jawabnya adalah orang Jawa.
Alasannya disetiap persimpangan, orang jawa memikirkan angkernya tempat itu
sehingga bergegas. Sementara itu orang Madura akan berhenti melihat-lihat
peluang cocok tidak tempat itu untuk jualan sate. Dan orang Minang akan
berhenti di setiap persimpangan jalan untuk melihat apakah tempat itu cocokatautidakuntukmembukarumahmakan.
Mengetahui mengenai budaya
sendiri dan budaya orang lain serta pengaruhnya terhadap cara-cara memahami
realitas dalam keadaan tertentu tidak cukup untuk menumbuhkan etnosentrisme
fleksibel. Kita juga harus belajar untuk membedakan antara emosi, penilaian
terhadap moralitas, dan penilaian terhadap kepribadian yang sering disamakan
dengan etnosentrisme dan cara pandang budaya.
Apa yang dikemukakan Matsumoto
diatas, jelas merupakan upaya-upaya pribadi yang bisa dilakukan agar seseorang
bisa memiliki etnosentrisme yang fleksibel. Dalam tataran komunitas atau
masyarakat, pendidikan multikultural merupakan jalan yang bisa dilakukan dalam
mengembangkan etnosentrisme fleksibel. Pendidikan multikultural berarti
pendidikan akan nilai-nilai keberagaman yang mengajarkan bagaimana toleran terhadap
perbedaan. Adapun pendidikan itu bisa melalui pendidikan formal ataupun
nonformal, seperti melalui keluarga, perkumpulan-perkumpulan, maupun media
massa.
http://id.wikipedia.org/wiki/Prasangka